Kalor Masuk/Keluar ke/dari Sistem Gas Ideal? Bagian 2 (Kalor)

***Sambungan dari sini***

Faktor 1: Kalor ( Q )

Kalor (Q) adalah bentuk energi yang berpindah ketika ada perbedaan temperatur antara dua benda. Kalor mengalir dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin. Dalam hal ini, benda yang dimaksud adalah sistem dan lingkungan. Artinya, kalor bisa berpindah dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya.

Ketika ada pernyataan bahwa kalor ditambahkan ke sistem, apa maknanya? Bayangkan saja kita –mewakili partikel di dalam sistem– tengah berada di dalam sebuah ruangan tertutup, kemudian ruangan diberi semburan panas. Apa yang terjadi? Secara intuitif kita bisa berimajinasi bahwa sistem (yakni kita di dalam ruangan tersebut) merasa panas. Secara fisis, kita bisa bilang bahwa temperatur sistem meningkat yang mengindikasikan kenaikan energi-dalam. Dengan kata lain, dalam peristiwa tersebut, perubahan energi-dalam dU bernilai positif. Mengacu pada logika ini, bisa disimpulkan bahwa energi-dalam sistem naik/bertambah ketika ada kalor masuk/ditambahkan ke sistem.

Faktor 2: Kerja ( W )

Kerja (W), menggambarkan energi yang berpindah melalui proses mekanik/non-termal. Proses ini melibatkan gaya yang sering kita kenal dalam bentuk tarikan dan dorongan. Bagaimana hubungan antara W (kerja) dengan dU (perubahan energi dalam)? Kali ini bayangkan sebuah ruang berisi gas ideal yang bisa mengembang dan mengempis. Ketika ruang mengembang, apa yang terjadi? Energi sistem didistribusikan ke volum atau ruang yang lebih besar sehingga bisa dibayangkan temperatur sistem akan turun, mengindikasikan penurunan energi-dalam. Maka, energi-dalam sistem turun/berkurang dengan kerja yang sistem lakukan.

Hubungan ini bisa diformulasikan melalui Hukum I Termodinamika: dU = Q-W.

“Lho, ada yang bilang Hukum I Termodinamika: dU = Q+W?”

Tenang saja, ini juga betul. Tanda (-) atau (+) yang mengawali W sebenarnya bergantung pada definisi. Dalam tulisan ini digunakan dU = Q -W dengan W didefinisikan bernilai positif jika sistem melakukan kerja terhadap lingkungan. Konvensi ini mengikuti konvensi tanda Clausius. Sementara itu, pada dU = Q+W, W didefinisikan bernilai positif apabila kerja dilakukan oleh lingkungan terhadap sistem. Ini mengikuti konvensi tanda IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry). Dengan demikian, secara prinsip dU = Q-W maupun dU = Q+W memiliki makna fisis sama. Konsistensi adalah kunci dalam hal ini. 🙂

Kerja W sebagai energi mekanik/non-termal berasosiasi dengan volum. Ketika volum sistem naik/mengembang, maka sistem melakukan kerja terhadap lingkungan. Sebaliknya, ketika volum sistem turun/mengempis, maka lingkungan melakukan kerja terhadap sistem. Secara formal dinyatakan: W = PdV, dengan dV menyatakan perubahan volum sistem.

Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana alur berpikir untuk menjawabnya?

“Given the graph below, state the two changes for which thermal energy is transferred from the gas.“

Ada dua hal yang penting di sini: (1) thermal energy, artinya kalor (Q); serta (2) transferred from the gas, artinya Q keluar dari sistem. Sehingga pertanyaannya menjadi, proses-proses mana yang memenuhi kondisi ‘kalor keluar dari sistem’?

Proses AB

Melalui hubungan gas ideal PV = NkT yang diterapkan di titik A dan B, bisa dibuktikan bahwa AB merupakan proses isotermik. Artinya, tidak ada perubahan temperatur sehingga energi dalam sistem pun tetap atau perubahan energi dalam sama dengan nol (dU=0). Maka, dalam hal ini berlaku 0 = Q-W. Terlihat dari grafik bahwa dari A ke B, volum mengecil (sistem mengempis, atau bahasa lebih teknisnya: gas mengalami kompresi). Maka, dalam hal ini W bertanda negatif (W<0), sebutlah misalnya W ini sebuah nilai -50 Joule (ini angka sembarang sebagai ilustrasi!). Dengan demikian, 0 = Q-(-50) dan Q = -50 Joule, yang artinya kalor keluar dari sistem. Jadi, proses AB memenuhi kondisi energi termal keluar dari sistem.

Proses BC

Kembali melalui hubungan gas ideal, dalam proses tekanan tetap (proses isobarik) dan volum naik, maka temperatur pun naik. Dengan kata lain, perubahan energi-dalam bernilai positif (dU>0), sebutlah angka sembarang misalnya +30 Joule (ini angka sembarang sebagai ilustrasi!). Karena volum naik, maka kerja yang dilakukan oleh sistem bernilai positif (W>0), sebutlah angka sembarang +50 Joule (ini angka sembarang sebagai ilustrasi!). Dengan, 30 = Q-(50) dan Q = 80 Joule, yang artinya kalor masuk ke sistem. Jadi, proses BC TIDAK memenuhi kondisi energi termal keluar dari sistem.

Proses CA

Lagi-lagi melalui hubungan gas ideal, dalam proses ini, volum tetap (isokhorik) dan tekanan turun, maka temperatur pun turun. Dengan kata lain, perubahan energi-dalam bernilai negatif (dU<0), sebutlah angka sembarang misalnya -30 Joule (ini angka sembarang sebagai ilustrasi!). Karena volum tetap, maka tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem maupun oleh lingkungan (W=0). Dengan demikian, -30 = Q-0 dan Q = -30 Joule, yang artinya kalor keluar dari sistem. Jadi, proses CA memenuhi kondisi energi termal keluar dari sistem.

Hence, the two changes for which thermal energy is transferred from the gas are AB and CA. Done!

***Selesai***

Kalor Masuk/Keluar ke/dari Sistem Gas Ideal? Bagian 1 (Energi-Dalam)

Pertanyaan yang sesungguhnya diajukan adalah:

Given the graph below, state the two changes for which thermal energy is transferred from the gas.


Untuk menjawab ini, mari mulai dengan sesuatu yang intuitif yakni kekekalan energi: energi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Lantas, jika kita bicara energi, komponen apa saja yang nantinya terlibat dalam konteks gas ideal? Secara sederhana, ada 3 hal: energi-dalam (U), energi termal/kalor/panas (Q), serta energi mekanik yang dikenal sebagai kerja (W).

Energi Dalam ( U )

Energi-dalam (U), sesuai namanya, adalah total energi yang terkandung dalam sebuah sistem. Kalau yang dibicarakan adalah sekotak gas ideal, maka sistem yang dimaksud adalah gas ideal itu sendiri. Karena gas ideal dianggap netral serta tidak ada interaksi apapun antar partikelnya (misalnya gravitasi), maka yang dikandung oleh gas ideal hanya energi kinetik saja. Dengan kata lain, energi-dalam gas ideal berasal dari energi kinetik. Artinya, energi-dalam sebuah gas ideal bisa menggambarkan seberapa lincah/gesit partikel-partikel gas di dalam kotak itu. Makin lincah, maka makin tinggi energi-dalamnya. Sekarang bayangkan jika kita adalah partikel-partikel itu. Makin lincah atau aktif bergerak, apa yang kita rasakan? Ya, normalnya kita akan merasa gerah. Gerah ini bahasa formalnya adalah bertemperatur tinggi. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa energi-dalam sebanding dengan temperatur. Jadi, kalau temperatur tinggi, energi-dalamnya juga tinggi, begitu pun sebaliknya. Perubahan temperatur sistem menunjukkan adanya perubahan energi-dalam (dU). Setelah mengetahui bahwa energi-dalam berasosiasi (sebanding) dengan energi kinetik partikel, sehingga terhubung (lagi-lagi sebanding) dengan temperatur, pertanyaan selanjutnya: faktor apa saja yang berkontribusi pada perubahan energi-dalam sebuah sistem gas ideal?

***Bersambung***

Nasi Goreng Beranak

Ini terjadi pada suatu Selasa di bulan Agustus. Gerimis tipis turun menembus pohon rambutan di halaman rumah tempat kami menginap malam itu, di perbatasan propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Seperti malam-malam sebelumnya, kami duduk di teras untuk sekedar mengobrol tentang kehidupan, cerita yang seakan tiada habisnya. Topik pembicaraan merentang dengan spektrum lebar mulai dari isu tentang negara dan cita-cita, hingga hal remeh temeh yang entah bagaimana masih saja lucu dan menghibur untuk dibahas.

Jam dinding menunjukkan pukul 11 lewat beberapa belas menit ketika kami berempat tengah menyantap nasi goreng sudah agak dingin berbungkus kotak styrofoam putih.

“Wah, porsinya sedeng ya, gak terlalu banyak macam banyak tempat di Bandung yang kita biasa beli dulu,” kata saya.

Ketiga kawan main sejak lebih dari sedekade lalu yang tengah duduk bersama saya pun mengiyakan.

“Padahal porsinya gak terlalu banyak, tapi kok aku sekarang berasa agak berjuang ya ngabisinnya. Perasaan dulu makan segunung gitu hayuk-hayuk aja,” tambah saya.

Kami pun kembali berfokus pada makanan masing-masing sambil mengobrol ke sana kemari, mengenang masa lalu. Tidak lama kemudian, si bungsu saya yang kala itu tengah tidur memanggil.

“Ibuuuu,” katanya.

Saya hampiri si bungsu untuk menenangkannya. Tidak lama kemudian, ia terlelap lagi. Saya kembali menuju teras untuk melahap nasi goreng yang belum tuntas saya habiskan. Rupanya teman-teman saya sudah selesai menghabiskan nasi goreng mereka ketika itu.

Jujur, selama ronde satu proses makan nasi goreng tersebut, saya sudah merasa begah untuk menghabiskan seporsi jatah saya. Namun, saya masih yakin bisa menghabiskannya meskipun dengan susah payah. Tepat sebelum saya tinggalkan nasi goreng itu untuk menimang si bungsu yang terbangun, saya yakin hanya tersisa dua hingga tiga suap nasi goreng terakhir di kotak styrofoam saya. Anehnya, ketika kembali ke sana dan menyantap sisanya, entah kenapa jumlahnya seolah tidak habis-habis bahkan seakan bertambah dari takaran sebelumnya. Saya masih menyimpan keanehan ini untuk diri saya sendiri. Toh kami berempat juga tetap asyik mengobrol.

Karena makin kepayahan, laju makan saya turun drastis. Di momen tersebut, salah satu dari kawan saya tersenyum tipis sekali, yang bagi saya, setelah lebih dari satu dekade bersahabat dengan mereka, sangat mencurigakan. Di titik itulah saya yakin ada yang terjadi.

“Kalian habis ngapain selama aku pergi tadi?” ujar saya.

Alih-alih menjawab, mereka saling berpandangan satu sama lain kemudian melihat ke atas berpura-pura membuang muka sambil melemparkan senyum tengil.

“Tralalalalalalaaaa,…” siul mereka.

“Hey, siapa pelakunya?”

“Bbbbbbbbbhahahahahahahahahahahaha,…” mereka malah tergelak tertawa terpingkal-pingkal di lantai sambil menutup mulut dan menahan suara supaya tidak berisik.

“Kok kamu baru sadar sih Nek?” kata salah satu dari mereka.

“Bukan gue pelakunya ya, mereka tuh,” timpal satu yang lain.

“Udah Nek, nanggung tinggal dikit lagi, ayo bisa, habisin,” kata yang ketiga sembari menepuk-nepuk pundak saya memberi semangat.

“Gak gitu juga dong konsepnyaaa! Pantes aja kok berasa tambah banyak,” protes saya.

Di situ saya cuma mengelus dada, memunculkan ekspresi gemas ingin mencubit para pelaku dan bystander-nya serta apa boleh buat ( -_-“). Rupanya mereka melimpahkan seluruh sisa nasi goreng mereka ke dalam kotak makan saya. Pantas jumlahnya terasa bertambah banyak, bukan sekedar imajinasi saya belaka. Kalau diingat-ingat, hal ini sebenarnya lucu. Namun, ketika kejadian, ada unsur jengkel juga di dalamnya, mengingat tanpa tambahan nasi goreng mereka saja saya sudah tengah berjuang keras menghabiskan makanan saya supaya tidak terbuang. Eh, malah berakhir kena tambahan tanpa wara-wara pula.

Tentang Sebuah Respon

Dalam banyak hal, saya adalah seorang yang lebih menyukai komunikasi jarak jauh melalui media tulis dibanding suara. Kalau pun ada kalanya saya bersemangat mengobrol secara lisan, kemungkinannya hanya dua: sangat mendesak atau sangat istimewa. Sebelum teknologi chat bisa secara mudah diakses melalui telepon pintar, saya pernah dijuluki sebagai “ratu SMS” oleh teman-teman saya. Penyebabnya karena tangan saya hampir selalu taktiktektok bertukar pesan via HP kapan pun, di mana pun, sedang apa pun. Maklum, HP pada zaman itu bukan layar sentuh, jadi mau ketik-ketik bisa dilakukan tanpa mata perlu melihat tombol-tombolnya.

Sebagian mungkin bertanya kenapa sebegitu aktifnya saya berlaku demikian. Karena kecanduan? Mungkin. Namun, belakangan saya sadar, ternyata ada manfaatnya juga kebiasaan yang seakan kontra produktif ini.

Dari kecil ibu saya selalu melatih anak-anaknya untuk selalu merespon dengan santun terhadap yang sapaan yang dilayangkan. Ibu pun menatar kami untuk senantiasa peka terhadap lingkungan, menjunjung etika, serta tidak apatis cuek akan hal di sekitar. Hal ini membentuk kebiasaan saya dalam berkomunikasi, bukan hanya secara tatap muka, melainkan juga komunikasi jarak jauh via SMS atau chat. Selama pengirim adalah seseorang yang saya kenal atau memperkenalkan diri dengan baik, niscaya saya akan merespon segera dengan baik pula.

Seiring mendewasa, saya sadar bahwa kadang sebuah respon chat sederhana ternyata bisa menjadi penyelamat hidup bagi seseorang di sana. Mungkin saja seseorang yang menghubungi kita tengah berada dalam keadaan darurat, atau mengalami depresi, atau merasakan sepi/sedih teramat parah bahkan keputusasaan hidup. Sebuah pesan tertulis “Hai” singkat sederhana yang kita kirim kembali mungkin saja menyelamatkannya dari keterpurukan lebih dalam.

Pada kasus lebih ekstrem, bukan tidak mungkin pesan yang dikirim kepada kita saat itu adalah pesan terakhir dari si pengirim, bentuk komunikasi paling purna sebelum kita tidak mampu lagi berbicara dengannya. Di usia yang sudah tidak lagi muda, sudah beberapa kali saya mengalami hal semacam ini. Walaupun sesungguhnya pengalaman pertama tentang hal serupa telah terjadi ketika saya SMA. Kadang tanpa ada angin maupun hujan, teman yang sedianya tidak terlalu akrab tiba-tiba menyapa. Selang beberapa hari, bahkan jam, usai mengobrol ke sana kemari, rupanya terdengar kabar bahwa dia berpulang selamanya.

Merefleksi diri ke kebiasaan yang sudah lama mengakar, mungkin ini salah satu hikmahnya. “Meresponlah tidak hanya dengan baik, tetapi juga dengan gesit,” begitu yang ibu saya tanamkan. Sebab seelok manis apapun sebuah respon, kalau terlambat disampaikan, ia jadi tidak ada artinya, bahkan boleh jadi tidak akan pernah tiba ke tujuannya.

Sebuah Alasan

Hari ini, belasan tulisan saya unggah ke sini. Kumpulan kata dan kalimat random dari masa lalu yang saya rasa perlu diselamatkan. Mengapa?

Ini berawal dari seorang kawan yang tengah merampungkan novel pertamanya. Malam tadi dia melempar pertanyaan di grup pertemanan kami, kalau-kalau kami punya puisi atau tulisan menarik yang bisa disisipkan ke halaman-halaman novelnya itu. Menilik blog, saya baru sadar bahwa ternyata hanya sedikit tulisan yang telah saya simpan di sini. Samar-samar ingat, rasanya dulu saya cukup rajin menulis, di mana saya menyimpannya? Oh, mungkin di Facebook!

Segera saat saya buka Facebook, ada rasa kaget bercampur kepanikan ringan. Semua catatan sekilas tampak raib dan tidak ada cara untuk memunculkannya kembali. Bukan apa-apa, meskipun saya tahu bahwa tulisan-tulisan itu kacau dan pasti terkesan emosional, tetapi itu tetap jejak sejarah hidup saya. Tahap yang pernah saya lewati dan bisa menunjukkan bagaimana saya bertumbuh hingga masa sekarang.

Saya pun berselancar untuk mencari tahu cara mengembalikan catatan-catatan lama di Facebook. Banyak yang marah pada pihak Facebook karena mengubah fitur-fitur yang ada dan seolah melenyapkan tulisan lama yang pernah mereka buat. Beruntung, saya menemukan caranya. Cara termudah untuk menemukan catatan-catatan lama yang dulu masuk dalam kategori Notes adalah melalui Activity Log > Filter > Notes.

Sebelum hilang ditelan perkembangan teknologi, saya putuskan untuk memindahkan belasan catatan lama itu kemari. Meskipun, ya sama saja, tempat ini pun sejatinya juga buah teknologi. Namun, saya percaya, pemilik teknologi di sini tidak akan semudah itu menghilangkan tulisan orang secara semena-mena bukan?

Kalau ditanya apakah semua tulisan di sana saya pindahkan, maka jawabnya tidak. Kalau ditanya mengapa saya putuskan demikian, karena sebagian kecil memang terlalu tidak layak untuk dipindahkan. Kalau ditanya bagaimana perasaan saya melihat tulisan-tulisan itu sekarang, respon saya pasti: CRINGY!

Namun, bagaimana pun bergidik saya melihatnya, mereka tetap bisa menjadi referensi. Bahan rujukan untuk perbaikan-perbaikan di masa mendatang. Mari membaik, Saya!

Untuk Kalian

Ada melodi yang mengalun di sana

Sayup, tapi jelas terdengar di sini

Aku tidak sedang terlalu terpaku

Hanya sedikit teringat akan hal

yang tidak terlalu menyenangkan

Lalu kulihat gambar dalam bingkai ini

Kuingat, kurasa, kubayangkan

Setiap kebersamaan yang pernah kita lalui

Setiap tangis tawa canda yang selalu mengiringi hari

Ada asa dan cita dalam tiap derai ceria

Aku, dengan bangga hendak berkata

Inilah kawan-kawanku

Inilah keluargaku

Yang mampu membuatku bertahan

dan terus bisa tergelak, tersenyum, dengan bersemangat

Aku, tidak ingin membuat puisi

Karena memang frasa yang kupilih tidak cukup layak untuk itu

Aku, hanya ingin menyampaikan

Betapa kalian semua telah menjadi salah satu bagian terpenting dalam hidupku

Betapa kalian semua telah mengisi seruang istimewa dalam hatiku

Dan bahwa aku ingin berterima kasih

Atas semua yang telah kita lalui bersama

Terima kasih kawan-kawanku

Terima kasih saudara-saudaraku

Entah kata apa lagi yang pantas untuk kuucapkan kepada kalian

Hanya terima kasih

di sepinya balai van albada
jum’at, 12 maret 2010, pukul 01:01

Jujur vs …

Senantiasa saya sampaikan, “jujurlah sepahit apapun itu”
Mungkin memang benar demikian harusnya
Tapi bagi saya, jujur terhadap diri sendiri
adalah bagian kejujuran yang paling sulit
Ketika saya harus mengakui sesuatu yang tidak saya inginkan
Ketika saya harus merasakan sesuatu yang tidak saya rencanakan
Ketika saya harus melihat sesuatu yang tidak saya niatkan
Ketika saya harus mendengar sesuatu yang tidak mengenakkan
Serta ketika saya harus menyadari sesuatu yang tidak seharusnya saya pikirkan

Lebih khusus,
ada dua tersulit dari para kejujuran yang sulit
yakni
Ketika harus mengaku pada diri sendiri bahwa ya, saya kecewa
Juga ketika harus mendapati bukti bahwa oh, lagi-lagi dugaanmu benar
Dengan ‘mu’ adalah saya sendiri
Saya benci menduga
Tapi jujur, sangat sulit menghentikannya
Inginnya tidak peduli
Tapi ada bagian yang tidak pernah mau pergi
Inginnya menyelaraskan otak dan hati
Tapi mustahil memungkiri,
bahwa kadang mereka tidak satu intuisi

Lantas mendadak muncul sederet pertanyaan
Lalu apa esensi dibalik kejujuran?
Lisan bersesuaian dengan hatikah?
Lisan bersesuaian dengan pikirankah?
Atau ketiganya mutlak harus tersetarakankah?
Mungkin masing-masing punya jawab yang tidak sama
dengan segudang latar belakang yang unik nan beragam

Walau begitu
Apapun alasannya,
semua berujung pada satu titik
“Jujur harus dijunjung, sepahit getir apapun bayaran yang harus ditanggung”

Dan pun pada akhirnya saya harus jujur
Bahwa tulisan tak jelas ini,
adalah sepenggal unek-unek
seorang yang tengah lapar di dini hari 😀

ditemani secangkir milo hangat
hibah dari Christin Melati Tampubolon
makasih tintin,… ^^V

cisitu lama IV 64
4:34 am

Gerimis

Hanya rerintik mungil saja yang masih setia
Menemani selusur tiap tapak yang kian tersendat
Jalanan masih becek, menyisakan noda di atas putih alas langkahku
Alam bernyanyi, riang, bersahutan dengan deru roda dan bising klakson yang menjerit
Tidak seorang pun, tidak sesosok pun nampak beriringan denganku

Senja ini, sisa-sisa jingga yang berubah hitam
Tanpa bekas, bahkan tak bersemburat

dan warna itu kian samar, pucat, pudar, hingga akhirnya hilang

5 Mei 2010

Ambigu

merindukan sesuatu yang bahkan tak mampu kusadari
menginginkan sesuatu yang bahkan tak pernah kubayangkan
memikirkan sesuatu yang bahkan tak pernah mengganggu
mempertahankan sesuatu yang bahkan bukan milikku
mengejar sesuatu yang bahkan tak searah dalam lariku
menghindari sesuatu yang bahkan tak pernah mendekatiku

mencari dan terus mencari
sesuatu itu
kekosongan itu
apa memang sebenarnya tiada
aku tak pernah lelah
aku tak boleh lelah
aku masih berlari kesana
pantai impian yang hanya ada dalam anganku
dalam kebodohan yang nyata
dalam pandangan manusia-manusia di sekitarku
dalam berbedaku
dalam persepsiku sendiri
aku masih tidak mampu membumi
aku masih selalu keliru
aku ragu pada diriku sendiri
apakah akan selamanya begini
adakah bayangan itu datang
adakah harapan yang tak ada itu terwujud

tidak ada kesempatan
dan adakah semua hanya kesia-siaan belaka

7 Juli 2010